Selasa, 30 Desember 2014 0 komentar

KOOPERATIF LEARNING



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Adanya kecenderungan sekolah-sekolah membentuk kelas-kelas unggulan atas dasar prestasi akademik dewasa ini patut dikaji ulang. Apakah kecenderungan itu didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan tujuan pendidikan kita ataukah karena pertimbangan lain sesuai dengan permintaan pasar yang bersifat sesaat?
Terlepas dari mana yang benar, fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung memperlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanistis. Siswa pandai diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa yang di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung individualistik. Sementara siswa di kelas tidak unggul merasa tidak mampu, frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran, berperan mentransfer dan meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas karena arus interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual.
Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan Cooperatie Learning (Pembelajaran Kooperatif) .
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.      Apa pengertian dari Pembelajaran Kooperatif?
2.      Apa saja unsur-unsur dan karakteristik Pembelajaran Kooperatif ?
3.      Apa saja tipe-tipe dari Pembelajaran Kooperatif?
4.      Apa kelebihan dan kekurangan Pembelajaran Kooperatif?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1.      Mengetahui tentang pengertian dari Pembelajaran Kooperatif.
2.      Mengerti apa saja unsur-unsur dan karakteristik dari Pembelajaran Kooperatif.
3.      Mengetahui tipe-tipe dari Pembelajaran Kooperatif.
4.      Mengerti kelebihan dan kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Menurut Isjoni, model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari istilah cooperative learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
Slavin (1994) menyatakan bahwa “model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam Isjoni (2009) menyatakan bahwa “pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman (2003) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional”.
Menurut Wikipedia (2014) “pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Dari beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
2.2  Unsur-Unsur dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
A.    Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
a)       Positive Independence (Saling Ketergantungan Positif) Yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama. Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Tiap siswa tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
b)      Personal Responbility (Tanggung Jawab Perseorangan) Yaitu mengenal materi pelajaran dalam anggota kelompok.Sehingga siswa termotivasi membantu temannya. Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua kelompok dapat mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Karena tiap siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan  kemampuannya yang dimiliki setiap individu.
c)      Face to face promotive Interaction (Interaksi Tatap Muka)  Yaitu interaksi yang terjadi antara siswa tanpa perantara. Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga akan lebih memudahkan siswa dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang kurang memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu mengerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
d)     Interpersonal Skill (Komunikasi antar Anggota Kelompok) Yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif. Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi sengaja diajarkan dalam pembelajaran kooperatif ini.
e)      Group Procesing (Proses Kelompok) Yaitu meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.

B.     Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
1.      Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan”.
2.      Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3.      Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4.      Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.      Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6.      Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.      Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.

2.3  Tipe-Tipe dari Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif:
a)      Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
§  Presentasi kelas
Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
§  Kerja kelompok
Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran.
§  Tes
Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu.
§  Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
§  Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.

b)      Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut.
§  Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.
§  Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
§  Berbagi (Share): Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau setengah dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor
.
c)      Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Arends (1997) dalam bukunya menyimpulkan dengan kutipan sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. ... Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok.

d)     Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together (Kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi.
Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together antara lain:
Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
·         Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
·         Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
·         Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
·         Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

e)      Tipe GI (Group Investigation) Pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan yang menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis. Di bawah ini tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
·         Tahap Pengelompokan (Grouping) Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang.
·         Tahap Perencanaan (Planning) Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran.
·         Tahap Penyelidikan (Investigation) Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa.
·         Tahap Pengorganisasian (Organizing) Yaitu tahap persiapan laporan akhir.
·         Tahap Presentasi (Presenting) Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir.
·         Tahap Evaluasi (Evaluating) Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: pertama siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.

f)       Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And Composition) Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
1.)    Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan   diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan   kepada siswa.
2.)    Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan     keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.
3.)    Fase Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
4.)    Fase Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan kelas.
5.)    Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.

g)      Tipe Make A Match (Membuat Pasangan) Metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai berikut:
·         Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
·         Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
·         Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
·         Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
·         Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
·         Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
·         Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
·         Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
·         Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
h)      Tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik.  Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara lain:
·         Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan dan saling mendukung.
·         Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
·         Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
·         Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. 
·         Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
·         Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
·         Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
·         Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.

2.4    Kelebihan dan Kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan Pembelajaran Kooperatif.
a.       Melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b.      Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c.       Model pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk menhargai orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d.      Model pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e.       Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah.
f.       Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
g.      Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa mengelola informasi dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata.
h.      Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berfikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif.
a.       Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
b.      Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
c.       Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d.      Saat diskusi terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
e.       Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.

























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota kelompok, evaluasi proses kelompok. Karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu siswa harus memiliki tujuan yang sama, rasa saling menolong, saling bertukar pikiran, saling menghargai, saling membagi tugas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara kolompok.
Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang dikembangkan oleh Slavin tahun 1978, tipe Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Arronson dan temannya tahun 1978, tipe GI (Group Investigation) oleh Sholomo Sharan dan temannya tahun 1984, tipe TSP (Think Pair Share), tipe NHT (Numbered Heads Together), tipe Two Stay Two Stray  (TS-TS) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan, tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) yang dikembangkan oleh Slavin, Stevans, Madden, dan Farnish, tipe Make A Match (Membuat Pasangan) dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994.
Keunggulan model pembelajaran kooperatif yaitu: siswa tidak bergantung kepada guru, mampu mengekplorasikan ide dan gagasannya, saling menerima perbedaan, saling bertukar pendapat, meningkatkan semangat belajar, siswa menjadi aktif. Kelemahan model pembela- jaran kooperatif yaitu: dibutuhkan tenaga yang lebih dari guru untuk mengatur siswadan menyiapkan materi, dapat terjadi perdebatan kecil, siswa lebih cenderung bergurau dengan temannya, membutuhkan fasiliatas yang memadai, terjadi perluasan masalah sehingga waktu terbuang sia-sia, terkadang diskusi didominasi seseorang saja sehingga siswa lain menjadi pasif.
B.     Saran
Demikian penyusunan makalah ini penulis selesaikan. penulis merasa bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam susunan, sistematika penulisan, maupun pemaparan. Oleh karena itu penulis mengharap saran dari pembaca guna perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin.






















DAFTAR PUSTAKA
Hamruni. 2011. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.
Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
Slavin, R, E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media
Wikipedia. 2014. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.id.wikipedia.org/ wiki/Pembelajaran_kooperatif.html), diakses 10 Mei 2014.

 
;