BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Adanya
kecenderungan sekolah-sekolah membentuk kelas-kelas unggulan atas dasar
prestasi akademik dewasa ini patut dikaji ulang. Apakah kecenderungan itu
didasari atas pertimbangan yang sejalan dengan tujuan pendidikan kita ataukah
karena pertimbangan lain sesuai dengan permintaan pasar yang bersifat sesaat?
Terlepas dari mana yang benar,
fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung
memperlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanistis. Siswa pandai
diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa
yang di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang
lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung
individualistik. Sementara siswa di kelas tidak unggul merasa tidak mampu,
frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan
lain yang menunjukan aspek kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita
adalah model pembelajaran langsung (model pembelajaran konvensional). Pada
pembelajaran konvensional, guru menjadi pusat pembelajaran, berperan
mentransfer dan meneruskan (transmit) informasi sehingga siswa tidak
perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat partisipasi siswa sangat terbatas
karena arus interaksi didominasi oleh guru. Bentuk penugasan dalam pembelajaran
ini bersifat individual. Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan
dikelaspun juga individual.
Dalam hal
ini, guru perlu
menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu
keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses
pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat,
motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal adalah
faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model pembelajaran.
Model
pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar.
Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model
pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan
tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan
alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan menggunakan Cooperatie Learning (Pembelajaran
Kooperatif) .
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian dari Pembelajaran
Kooperatif?
2. Apa saja unsur-unsur dan
karakteristik Pembelajaran Kooperatif ?
3. Apa saja tipe-tipe dari Pembelajaran
Kooperatif?
4. Apa kelebihan dan kekurangan
Pembelajaran Kooperatif?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui tentang pengertian dari Pembelajaran
Kooperatif.
2. Mengerti apa saja unsur-unsur dan
karakteristik dari Pembelajaran Kooperatif.
3. Mengetahui tipe-tipe dari Pembelajaran
Kooperatif.
4. Mengerti kelebihan dan kekurangan
dari Pembelajaran Kooperatif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
Kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap
atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam
struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang
atau lebih.
Menurut
Isjoni, model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari istilah cooperative
learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
Slavin (1994) menyatakan
bahwa “model pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana para siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pelajaran”.
Johnson & Johnson
(1987) dalam Isjoni (2009) menyatakan
bahwa “pengertian model pembelajaran kooperatif yaitu mengelompokkan siswa di
dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan
kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam
kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman
(2003) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan salah satu
pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan
struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir
rasional”.
Menurut
Wikipedia (2014) “pembelajaran kooperatif atau cooperative learning
merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang
untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Dari
beberapa definisi diatas dapat diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok
kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam
proses belajar.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
2.2 Unsur-Unsur
dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
A. Unsur-Unsur
Pembelajaran Kooperatif
a)
Positive Independence
(Saling Ketergantungan Positif) Yaitu hubungan timbal balik yang didasari
adanya kepentingan yang sama. Saling ketergantungan positif menuntut adanya
interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi
untuk meraih hasil belajar yang optimal. Tiap siswa tergantung
pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang berbeda atau tugas
yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya saling membutuhkan
karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas tersebut maka tugas
kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
b)
Personal Responbility (Tanggung Jawab Perseorangan) Yaitu
mengenal materi pelajaran dalam anggota kelompok.Sehingga siswa termotivasi
membantu temannya. Pembelajaran kooperatif juga ditujukan untuk mengetahui
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian
individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua
kelompok dapat mengetahui
siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang
dapat memberikan bantuan. Karena tiap siswa mendapat tugas yang
berbeda secara otomatis siswa tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk
mengerjakan tugas tersebut karena tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas
yang berbeda sesuai dengan kemampuannya yang dimiliki setiap individu.
c)
Face to face promotive Interaction (Interaksi Tatap Muka) Yaitu interaksi yang terjadi antara siswa
tanpa perantara. Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat
saling bertatap muka sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan
guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa
dapat saling menjadi sumber belajar
sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga akan lebih memudahkan
siswa dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang kurang memiliki
kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu mengerjakan tugas individu
dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat terselesaikan.
d)
Interpersonal Skill (Komunikasi antar Anggota Kelompok) Yaitu menciptakan
hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara
hubungan kerja yang efektif. Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial
seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan
mengkritik teman, berani mempertahan pikiran logis, tidak mendominasi orang
lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan
antar pribadi sengaja diajarkan dalam pembelajaran
kooperatif ini.
e)
Group Procesing (Proses Kelompok) Yaitu meningkatkan
keterampilan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. Pengajar perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja
kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa
pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran cooperative learning.
B. Karakteristik Pembelajaran
Kooperatif
1.
Dalam kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka
“sehidup sepenanggungan”.
2.
Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.
3.
Siswa haruslah berpandangan bahwa semua
anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4.
Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.
Siswa akan diberikan evaluasi atau
penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.
Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan
secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
2.3 Tipe-Tipe
dari Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif:
a) Tipe STAD (Student
Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student
Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru
menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri
dari lima tahapan utama sebagai berikut:
§ Presentasi kelas
Materi pelajaran dipresentasikan
oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi
guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
§ Kerja kelompok
Kelompok terdiri dari 4-5 orang.
Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang
dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok
diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam
memahami materi pelajaran.
§ Tes
Setelah kegiatan presentasi guru dan
kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes,
siswa tidak diperkenankan saling membantu.
§ Peningkatan skor individu. Setiap
anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan
memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
§ Penghargaan kolompok. Kelompok yang
mencapai rata-rata skor tertinggi, diberikan penghargaan.
b) Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas
Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa
waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu sama lain. Sebagai
contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para
siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru meminta kepada para
siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh
guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share
adalah sebagai berikut.
§ Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan
pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
secara mandiri.
§ Berpasangan (Pair): Guru meminta para siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan
mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan
jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide
bersama jika suatu isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan
tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
§ Berbagi (Share): Pada langkah akhir ini guru meminta pasangan-pasangan
tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan
mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif
jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan yang lain, sehingga
seperempat atau setengah
dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor
.
c) Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh
Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin
dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Arends (1997)
dalam bukunya menyimpulkan dengan kutipan sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota
dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi
belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya. ... Model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif
dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara
heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung
jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan
materi tersebut kepada anggota kelompok.
d) Tipe NHT (Numbered
Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered heads together
(Kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang
paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerja sama mereka. Maksud
dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap
nomor mendapatkaan kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka
dalam menguasai materi.
Dengan menggunakan model ini, siswa tidak hanya sekedar
paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk
bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan
menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat
menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi,
suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang
mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang
yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered
heads together antara lain:
Siswa
dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
·
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya.
·
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
·
Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
·
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain.
e) Tipe GI (Group Investigation) Pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan yang menyimpulkan bahwa kelas merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan
di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar
pribadi. Pada dasarnya model ini dirancang
untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah itu, mengumpulkan
data yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis. Di
bawah ini tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah
sebagai berikut:
·
Tahap Pengelompokan (Grouping) Yaitu
tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok
investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang.
·
Tahap Perencanaan (Planning) Tahap
Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran.
·
Tahap Penyelidikan (Investigation) Tahap
Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa.
·
Tahap Pengorganisasian (Organizing) Yaitu tahap persiapan laporan akhir.
·
Tahap Presentasi (Presenting) Tahap
presenting yaitu tahap penyajian
laporan akhir.
·
Tahap Evaluasi (Evaluating) Pada
tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa.
Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: pertama siswa menggabungkan masukan-masukan
tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang
pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang
pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat
pemahaman siswa.
f) Tipe CIRC (Cooperatif
Integrated Reading And Composition) Pembelajaran
CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran
kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian
mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian
yang penting.
Dalam model pembelajaran
ini, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang
terdiri atas 4 atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai,
sedang atau lemah, dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama
lain. Dalam
kelompok ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat
kecerdasan siswa. Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat
meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang
tinggi. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam
suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat
memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain
untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
1.) Fase Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan pengetahuan awal siswa tentang
materi yang akan diberikan. Selain itu guru juga memaparkan tujuan pembelajaran
yang akan dilakukan kepada siswa.
2.) Fase Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, dengan
memperhatikan keheterogenan akademik.
Membagikan bahan bacaan tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain
itu menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan
selama proses pembelajaran berlangsung.
3.) Fase Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang
mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari
keterangan guru, buku paket, film, kli- ping, poster atau media lainnya.
4.) Fase Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan,
memperagakan tentang materi yang dibahas baik dalam kelompok maupun di depan
kelas.
5.) Fase Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan
materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk mere- fleksikan dan mengevaluasi hasil
pembelajarannya.
g) Tipe Make A Match (Membuat Pasangan) Metode pembelajaran make a match atau mencari
pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan.
Langkah-langkah
penerapan metode make a match sebagai berikut:
·
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep
atau topik yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
·
Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan
soal/jawaban.
·
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
·
Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan
kartunya.
·
Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas
waktu diberi poin.
·
Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu
temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama.
·
Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa
mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
·
Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang
memegang kartu yang cocok.
·
Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap
materi pelajaran.
h) Tipe Two Stay Two Stray (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray
(TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif
tipe Two
Stay Two Stray
merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling
bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling
mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi
dengan baik. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara
lain:
·
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap
kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen
seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan dan saling mendukung.
·
Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok
untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.
·
Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir.
·
Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
·
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
·
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
·
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
·
Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
2.4 Kelebihan dan
Kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan Pembelajaran Kooperatif.
a. Melalui model pembelajaran
kooperatif, siswa tidak
terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan
berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
b. Model pembelajaran kooperatif dapat
mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. Model pembelajaran kooperatif dapat
membantu siswa
untuk menhargai orang
lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. Model pembelajaran kooperatif dapat
memberdayakan setiap siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e. Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang
lain, mengembangkan keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah.
f. Model pembelajaran kooperatif dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima
umpan balik. Siswa dapat
memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat
adalah tanggung jawab kelompoknya.
g. Model pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan kemampuan siswa
mengelola informasi
dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata.
h. Interaksi selama kooperatif
berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berfikir. Hal
ini berguna untuk pendidikan jangka
panjang.
Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif.
a.
Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan lebih banyak
tenaga, pemikiran, dan waktu.
b.
Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka
dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
c.
Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada
kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d.
Saat diskusi terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain menjadi
pasif.
e.
Bisa menjadi tempat mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai
kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip
membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara
membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan
bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota kelompok, evaluasi proses kelompok. Karakteristik
pembelajaran kooperatif yaitu siswa
harus memiliki tujuan yang sama, rasa saling menolong, saling bertukar pikiran,
saling menghargai, saling membagi tugas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara
kolompok.
Tipe-tipe
pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD (Student Team Achievement Division) yang
dikembangkan oleh Slavin tahun 1978, tipe Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Arronson dan temannya tahun 1978, tipe GI (Group Investigation) oleh
Sholomo Sharan dan temannya tahun 1984, tipe TSP (Think Pair Share), tipe NHT (Numbered Heads Together), tipe Two
Stay Two Stray
(TS-TS) yang
dikembangkan oleh Spencer Kagan, tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) yang dikembangkan oleh Slavin, Stevans, Madden, dan Farnish, tipe Make A
Match (Membuat Pasangan) dikembangkan
oleh Lorna Curran tahun 1994.
Keunggulan
model pembelajaran kooperatif yaitu: siswa tidak bergantung kepada guru, mampu
mengekplorasikan ide dan gagasannya, saling menerima perbedaan, saling bertukar
pendapat, meningkatkan semangat belajar, siswa menjadi aktif. Kelemahan model
pembela- jaran kooperatif yaitu: dibutuhkan tenaga yang lebih dari guru untuk
mengatur siswadan menyiapkan materi, dapat terjadi perdebatan kecil, siswa lebih
cenderung bergurau dengan temannya, membutuhkan fasiliatas yang
memadai, terjadi perluasan masalah sehingga waktu terbuang sia-sia, terkadang
diskusi didominasi seseorang saja sehingga siswa lain menjadi pasif.
B.
Saran
Demikian penyusunan makalah ini penulis
selesaikan. penulis merasa bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam susunan, sistematika penulisan,
maupun pemaparan. Oleh karena itu penulis mengharap saran dari pembaca guna
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca umumnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Hamruni. 2011. Strategi
Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Ibrahim. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: Surabaya University Press.
Pandoyo.
1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang Press.
Slavin,
R, E. 2008. Cooperative
Learning. Bandung: Nusa Media
Wikipedia. 2014. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.id.wikipedia.org/ wiki/Pembelajaran_kooperatif.html), diakses 10 Mei 2014.